Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di
dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat
tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur jauh telah mengunjungi
Indonesia pada abad ke lima belas vang lalu. Perjalanan eksplorasi yang ingin
mengetahui keadaan di bagian benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo,
Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn dan Van Steines dan masih banyak yang
lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan
tantangan. Para adventnrer ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal
dari perjalanan ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak memberikan keuntungan
konservasi daerah alami, kebudayaan asli dan atau spesies langka (Lascurain,
1993).
Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini
tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda,
penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep
pelestarian hutan dan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu
perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap
lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan
konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata
bertanggungjawab.
Belantara tropika basah di seluruh kepulauan Indonesia
merupakan suatu destinasi. Destinasi untuk wisata ekologis dapat dimungkinkan
mendapatkan manfaat sebesarbesarnya aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi
bagi masyarakat, pengelola dan pemerintah.
Destination areas elect to become involved in tourism
primarily for economic reasons: to provide employment opportunities, to
increase standard of leaving and, in the case of international tourism to
generate foreign exchange. Tourism is viewed as a development tool and as a
means of diversifying economics (Wall, 1995: 57).
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat
erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata
juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat
dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal
yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan
kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler.
Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan
dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu
ekoturisme. Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis.
Yayasan Alam Mitra Indonesia (1995) membuat terjemahan ecotourism dengan
ekoturisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah ekowisata yang banyak
digunakan oleh para rimbawan. Hal ini diambil misalnya dalam salah satu seminar
dalam Reuni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (Fandeli,1998). Kemudian
Nasikun (1999), mempergunakan istilah ekowisata untuk menggambarkan adanya
bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan.
Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu
bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami
(natural aren), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan
budava bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata
pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk
dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis.
Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh
organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah
suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk
setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang
menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya
dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata
ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin
berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata
kemudian didefinisikan sebagai berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari
perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan
industri pariwisata (Eplerwood, 1999). Dari kedua definisi ini dapat dimengerti
bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa
destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini.
Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran
baru yang berkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan
dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian
Department of Tourism (Black, 1999) yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata
berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi
terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian
ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya
bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan
pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism
dengan obyek dan daya tarik wisata alam.
Pendekatan
Pengelolaan Ekowisata
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan
pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat
yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan
upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan
masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The
International Union for Conservntion of Nature and Natural Resources (1980),
bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan
berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan
mendatang.
Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan
ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata
dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa,
Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan
lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik
ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami
suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai
dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan
adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam.
Pendekatan
lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari
menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai
berikut:
" Menjaga tetap berlangsungnya proses
ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan -Melindungi keanekaragaman
hayati - Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan
ekosistemnya "
Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata
mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini
dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan
ini jangan justru dibalik.
Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada
keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal
dan sekaligus meningkatkan kesejah-teraannya. Bahkan Eplerwood (1999)
memberikan konsep dalam hal ini: Urgent need to generate funding and human
resonrces for the management of protected areas in ways that meet the needs of
local rural populations.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur
conservation tax untuk membiayai secara langsung kebutuhan kawasan dan
masyarakat lokal.
Konsep
Pengembangan Ekowisata
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara
pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan.
Pertama, aspek destinasi, kemudian kedua adalah aspek market. Untuk
pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun
aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan
daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.
Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan
memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan
hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih
terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan
pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya
menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan,
fisik/ dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan
bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi
tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal
kejenuhan pasar.
Prinsip
Ekowisata
Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat
menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki
persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa
butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh
prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological
friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (commnnity based). The Ecotourism
Society (Eplerwood/1999) menyebutkan ada delapan prinsip, yaitu:
Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas
wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan
dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. Pendidikan konservasi
lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti
konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. Pendapatan
langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata
dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan
atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara
langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan
pelestarian alam.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat
diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam
pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. Penghasilan
masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan
ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. Menjaga
keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan
fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila
ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini.
Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna
serta menjaga keaslian budaya masyarakat.
Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam
mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.
Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang
membatasi. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila
suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja
wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara
bagian atau pemerintah daerah setempat.
Sumber :
Chafid Fandeli.,
Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas